BREAKING NEWS

GPM Ternate Tuding Harita Group Biang Pencemaran Lingkungan, Desak Pemerintah Bertindak Tegas


Ternate
, 15 Mei 2025 – Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Kota Ternate menilai aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT Harita Group di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, sebagai bentuk kejahatan lingkungan yang masif dan terstruktur. 

Dalam aksi unjuk rasa terbaru, GPM menyerukan kepada Presiden Republik Indonesia, Kapolri, dan kementerian terkait untuk segera mengambil langkah hukum terhadap perusahaan-perusahaan tambang di bawah Harita Group yang diduga kuat melakukan pencemaran lingkungan berat.

Berdasarkan sejumlah regulasi, seperti UUD 1945 Pasal 28H ayat 1, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, hingga Peraturan Pemerintah terkait pengendalian pencemaran air dan limbah B3, GPM menyebutkan bahwa aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh anak-anak perusahaan Harita Group telah melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

Data yang dihimpun GPM menyebutkan bahwa beberapa anak usaha Harita Group, seperti PT Tri Mega Bangun Persada, PT Gane Permai Sentosa, PT Halmahera Persada Lygen, PT Mega Surya Pertiwi, dan PT Jikodolong Mega Pertiwi, beroperasi dengan luas konsesi mencapai puluhan ribu hektare. 


Namun, sejumlah perusahaan tersebut diduga tidak memiliki izin pembuangan limbah B3 serta menyebabkan pencemaran berat, khususnya senyawa berbahaya Kromium Heksavalen (Cr6) yang dapat menyebabkan 

kanker dan penyakit serius lainnya.

"Temuan investigasi OCCRP (2025) telah mengungkap bahwa air permukaan, udara, dan lingkungan pemukiman warga di Pulau Obi telah tercemar berat akibat aktivitas industri Harita Group. Ini bukan lagi sekadar kelalaian, ini adalah kejahatan ekologi," ujar juru bicara aksi GPM.


Lima Tuntutan Tegas GPM Ternate


Dalam pernyataan resminya, GPM Kota Ternate menyampaikan lima poin tuntutan 

sebagai berikut:


Presiden RI Prabowo Subianto diminta segera mengevaluasi Perpres Nomor 109 Tahun 2020 tentang Proyek Strategis Nasional (PSN), yang dianggap menjadi payung hukum bagi 

perusakan lingkungan di Pulau Obi.



Kapolri RI dan Bareskrim Mabes Polri diminta memerintahkan Polda Maluku Utara segera memanggil dan memeriksa seluruh jajaran direksi perusahaan-perusahaan tambang di bawah Harita Group atas dugaan pencemaran lingkungan dan pelanggaran hukum lingkungan hidup.

Kementerian ESDM RI dan Inspektur Tambang didesak untuk menghentikan seluruh operasi industri nikel di Pulau Obi hingga izin dan dokumen AMDAL perusahaan ditinjau ulang secara menyeluruh.

Kementerian Kesehatan RI melalui Dinas Kesehatan Maluku Utara diminta melakukan peninjauan dan penanganan kesehatan bagi warga Pulau Obi yang diduga terpapar penyakit pernapasan akibat pencemaran udara.

Mendesak pencabutan izin usaha PT Forward Matrix Indonesia yang diduga beroperasi di luar konsesi dan mencaplok lahan warga di Halmahera Timur, tanpa pelaporan RKAB yang sah.

GPM menegaskan, jika tuntutan-tuntutan ini tidak direspons dalam waktu dekat, pihaknya akan menggalang konsolidasi besar-besaran masyarakat Maluku Utara untuk mendesak pembentukan Satgas Khusus oleh Komisi VII DPR RI guna menyelidiki seluruh aktivitas pertambangan nikel yang merusak lingkungan dan mengancam kesehatan warga.

"Kami tidak akan diam melihat tanah kami diracuni, udara kami dikotori, dan masyarakat kami dibiarkan sakit karena kerakusan korporasi," tutup pernyataan resmi GPM.

Redaksi Bacanpost 

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar