BREAKING NEWS

BIM-MALUT Kepung Kantor Pusat Harita Group, Kecam Pencemaran Cr 6 di Pulau Obi


Jakarta
, 14 Mei 2025 – Puluhan aktivis yang tergabung dalam Barisan Intelektual Muda Maluku Utara (BIM-MALUT) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor pusat PT Harita Group, Jakarta. Mereka menuntut pertanggungjawaban atas dugaan pencemaran lingkungan di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.

Dalam orasinya, massa mengecam PT Harita Group yang diduga mencemari sumber air warga dengan Kromium Heksavalen (Cr 6), zat berbahaya bersifat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker dan kerusakan organ. Para demonstran membawa spanduk bertuliskan "Boikot PT Harita Group", "Cabut IUP PT Harita Group", serta "Adili Direksi PT Harita Group dan Angkat Kaki dari Maluku Utara".

"Kami mahasiswa asli Maluku Utara yang menempuh pendidikan di Jakarta, datang untuk menyuarakan jeritan masyarakat Obi yang kini hidup dengan air tercemar, laut rusak, dan udara penuh polusi. PT Harita tak hanya merusak alam, tapi juga masa depan generasi kami," ujar Koordinator Aksi BIM-MALUT, Riswan.


Empat Tuntutan BIM-MALUT

Dalam aksinya, BIM-MALUT menyampaikan empat tuntutan utama:


Evaluasi dan Pencabutan Izin Tambang Mendesak Kementerian ESDM mengevaluasi dan menegur keras PT Harita Group. Jika tak ada perbaikan, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia diminta segera mencabut izin usaha pertambangan perusahaan tersebut.

Penghentian Operasional Tambang Menuntut penghentian seluruh aktivitas PT Harita Nickel di Pulau Obi hingga penyelidikan menyeluruh atas dugaan pencemaran Cr 6 dilakukan.

Pemanggilan Pimpinan Perusahaan Meminta aparat penegak hukum segera memanggil Roy Arman Arfandy, selaku pihak yang diduga bertanggung jawab dalam kasus pencemaran lingkungan tersebut.

Transparansi Data Lingkungan Menuntut PT Harita Nickel membuka data hasil uji kualitas air dan tanah secara transparan, khususnya terkait kadar Cr 6 yang dilaporkan melebihi ambang batas aman.

BIM-MALUT juga menyamakan kasus ini dengan tragedi Hinkley di California, Amerika Serikat, di mana ratusan warga terdampak pencemaran Cr 6 oleh perusahaan energi PG&E. Mereka menegaskan bahwa Pulau Obi tidak boleh menjadi “Hinkley kedua” di Indonesia.

“Jika negara tak hadir, maka kami yang akan bersuara. Ini bukan sekadar soal lingkungan, ini menyangkut hak hidup masyarakat Obi,” tutup Riswan dalam pernyataannya.

Redaksi Bacanpost 

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar